Revitalisasi Koperasi Mendesak
Oleh: Dedi Purwana
Seandainya bung Hatta masih hidup, tentu trenyuh dan menangis melihat kondisi mengenaskan perkoperasian di tanah air. Jauh dari apa yang dicita-citakan beliau sebagai bapak koperasi. Padahal dengan jelas bung Hatta mengatakan bahwa koperasi bukan barang impor tetapi sangat dekat dengan keseharian bangsa Indonesia. Ironisnya, entitas yang satu ini seolah hidup enggan mati tak mau. Masyarakatpun enggan untuk bertansaksi ekonomi melalui entitas usaha kerakyatan ini. Apalagi di perkotaan seolah tidak ada lagi ruang gerak bagi pilar ekonomi rakyat tersebut. Kondisi tersebut jelas mendegradasi peran koperasi sebagai soko guru ekonomi nasional?
Sistem ekonomi pasar yangg kental di negara ini telah menggerus kontribusi koperasi sebagai pilar ekonomi kerakyatan. Ekonomi pasar yang cenderung individualistik dan membenarkan kekayaan terpusat pada sekelompok individu tertentu ternyata lebih disukai masyarakat kita. Koperasi dianggap ndeso meski falsafah yangg diusung sangat mulia. Kejahteraan bersama anggota dan azas gotong royong nampaknya tidak lagi mendapatkan tempat layak di masyarakat kapitalisme. Oleh karenanya, sulit berharap koperasi mampu berperan mengentaskan kemiskinan.
Kiprah koperasi dalam perekonomian nasional pun tenggelam. Pemerintah lebih senang mengucurkan penanaman modal negara kepada BUMN dan BUMD daripada mengurusi pilar ekonomi ekonomi kerakyatan ini. Data Kementerian Koperasi dan UKM, misalnya menyebutkan jumlah koperasi di Indonesia tahun 2015 sebanyak 209.488 unit. Dari jumlah tersebut, koperasi yang aktif sebanyak 147.249 unit (70,28%) dan tidak aktif sekira 62.239 unit (29,72%). Fakta tersebut membuat miris mengingat entitas ini diharapkan berkontribusi terhadap pemerataan ekonomi masyarakat.
Kehilangan Jati Diri
Pada masa orde baru koperasi begitu dimanja oleh pemerintah. Meski dibalik itu ada alasan politis yang mendasarinya. Hingga saat inipun, koperasi masih dijadikan konsumsi politik jelang pemilu dan pilkada. Isu koperasi dijadikan agenda seksi untuk meraih masa saat kampanye. Akhirnya, koperasi hanya dijadikan objek penderita. Toh tak teralisasinya janji-janji saat kampanye dianggap lumrah dalam tatanan politik di negeri ini.
Harus diakui bahwa daya tarik ekonomi dan sosial dari kelembagaan koperasi minim. Dari segi ekonomi, koperasi tidak menarik karena tidak bisa memberikan nilai tambah ekonomi. Dari segi sosial, koperasi tidak menarik karena bukan komunitas solid. Namun anehnya masyarakat akan berbodong-bondong masuk koperasi manakala entitas ini menawarkan imbal hasil yang menggiurkan meski tidak logis. Berapa banyak korban investasi bodong yang dikelola dengan menggunakan payung hukum koperasi?.
Minat anak-anak muda untuk menggeluti perkoperasian sangat rendah. Ini tercermin dari minimnya jumlah peminat pada program studi koperasi di PTN maupun PTS. Rasio antara peminat dengan daya tampung yang tersedia sangat rendah. Selain itu, pendidikan koperasi tidak mendapatkan porsi lebih dalam kurikulum pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Koperasi sekolah dan mahasiswa kehilangan orientasi sebagai sarana pembelajaran bagi tumbuhnya minat berkoperasi.
Persoalan lain adalah hilangnya modal sosial dalam berkoperasi. Berangkat dari pemikiran bahwa koperasi tumbuh karena kultur sosial yang kental, seharusnya koperasi mudah beradaptasi dengan transformasi sederhana. Namun ternyata transisi ini gagal, koperasi kehilangan ruh sosial ekonomi ketika sudah terbentuk. Pada akhirnya makna kebersamaan hanya dalam konteks jumlah bukan kerja.
Revitalisasi Peran
Mengembalikan kejayaan koperasi sebagai pilar ekonomi rakyat adalah harapan kita semua. Revitalisasi peran koperasi sebuah keniscayaan. Namun ini tentu tidak semudah membalikan telapak tangan. Upaya berikut patut dipertimbangkan para pengampu kepentingan.
Pertama, tingkatkan minat berkoperasi di kalangan pelajar dan mahasiswa. Orang tua dan guru memiliki peran sentral menumbuhkembangkan kecintaan anak terhadap koperasi. Mewajibkan anak menjadi anggota koperasi sekolah dan bentransaksi ekonomi melalui koperasi, secara perlahan membangun kesadaran mereka tentang arti penting koperasi. Koperasi sekolah sejatinya dijadikan ruang eksperimen bagi konsep ekonomi kerakyatan. Koperasi mahasiswa di kampus-kampus sudah saatnya diberdayakan untuk mampu meberikan solusi finansial bagi anggotanya. Koperasi pun dapat dijadikan sarana inkubator kewirausahaan di perguruan tinggi.
Kedua, tingkatkan kapasitas sumberdaya manusia. Entah pembina, pengawas maupun pengurus sudah saatnya dibekali kemampuan manajerial layaknya mengelola perusahaan bisnis. Profesionalitas sebatas tata kelola namun tidak mengabaikan misi kesejahteraan bersama para anggota. Kemampuan inovasi dan kreatifitas menjadi kata kunci bagi manajer koperasi. Produk inovatif harus lahir sebagai penguatan lini usaha.
Ketiga, kemitraan dengan bumdes. Saatnya bumdes dijadikan holding bagi koperasi wilayah cakupan. Bumdes harus menata ulang lini usaha koperasi-koperasi tersebut disesuaikan dengan kompetitif advantagenya. Melalui holding, kendala suply chain akan teratasi karena adanya sikronisasi sektor hulu dan hilir. Penyatuan Koperasi Serba Usaha (KSU), simpan pinjam, tani dan ternak dalam satu desa akan menggerakkan roda ekonomi desa. Kemandirian ekonomi warga dgn mudah tercapai.
Keempat, peran pemerintah perlu ditingkatkan. Alokasi dana desa selain harus terus ditingkatan nominalnya, juga perlu diarahkan untuk penguatan kapasitas koperasi dan bumdes. Pendampingan dari perguruan tinggi perlu diupayakan agar alokasi tepat sasaran. Harmonisasi program antara Kementerian Desa dan Daerah Tertinggal dan Kementerian Koperasi dan UKM menjadi kata kunci.
Kelima, BUMD dan BUMN harus menjadi bapak angkat koperasi. Penyediaan bahan baku seyogianya melibatkan koperasi. Tentu dengan mengedepankan pendekatan simbiosis mutualisme. Sinergi antar pilar ekonomi terus menerus dioptimalkan. Bila ini semua dilakukan, kedaulatan ekonomi tidak lagi hanya sekedar mimpi belaka.
Pada akhirnya, mimpi mewujudkan kedaulatan ekonomi tidak akan pernah tercapai manakala koperasi sebagai pilar ekonomi kerakyatan terabaikan. Pemerintah, masyarakat dan pengampu kepentingan koperasi lainnya, semestinya bahu membahu mengembalikan khittoh koperasi sebagai penggerak ekonomi rakyat sesuai amanat konstitusional. Selain itu, tentu kitapun berharap koperasi mampu bersaing di era MEA. Semoga [ ].
*Artikel terbit di Koran Sindo edisi 08-04-2016
Posting Komentar untuk "Revitalisasi Koperasi Mendesak"