Tips & Trik Menyiasati Penolakan Artikel Ilmiah
Oleh: Dedi Purwana
Masih ingat postingan sebelumnya tentang 8 (delapan) alasan mengapa artikel ilmiah ditolak? Meski perasaan mengharu biru saat menerima surat cinta penolakan dari editor atau reviewer artikel, jangan berlarut dalam kesedihan. Toh, dunia tidak akan runtuh hanya karena artikel kita ditolak editor atau reviewer jurnal – life must go on! Manakala Anda menerima email penolakkan, jangan panik. Sebaiknya tenangkan kekalutan perasaan dan pikiran. Langkah bijak adalah membaca alasan penolakkan dengan seksama dan lupakan sejenak untuk beberapa hari.
Tiga hal yang perlu anda pertimbangkan. Pertama, ingatlah bahwa anda tidak sendirian. Hampir sebagian besar penulis kawakan pernah menerima penolakan artikel. Kedua, biarkan diri anda merasa sedih, marah dan tertekan. Itu manusiawi, akan tetapi jangan berlarut meratapi kesedihan akan nasib artikel. Ketiga, setelah kemarahan dan kesedihan anda reda, tarik napas dalam-dalam dan mulai baca kembali alasan penolakan dengan tenang. Ketika kondisi psikologis mulai tenang, saatnya Anda memutuskan bagaimana kelanjutan nasib artikel yang tertolak tersebut. Berikut adalah pilihan langkah yang sebaiknya ditempuh ketika artikel ditolak:
Pertama, sejenak lupakan artikel tersebut. Studi menunjukkan bahwa sepertiga dari penulis yang mengalami penolakkan artikel tidak hanya melupakan artikel tersebut, akan tetapi seluruh hasil penelitian yang menjadi dasar penulisan artikel. Jangan biarkan hal itu terjadi pada Anda! Jika artikel Anda ditolak saat pertama kali mengirimkannya ke jurnal, ada baiknya mengirimkan artikel tersebut ke jurnal lain, tentunya ada upaya perbaikan sesuai komentar penolakkan dari editor atau reviewer sebelumnya. Jika dua atau lebih jurnal telah menolak artikel anda, saatnya untuk mengabaikan artikel tersebut. Kondisi lain untuk melupakan artikel adalah ketika editor atau reviewer mengajukan keberatan terhadap metodologi, pendekatan teoritis, atau argumen yang sangat serius dalam surat penolakkannya dan Anda sendiri sebagai penulis yakin bahwa pendapat editor atau reviewer tersebut benar.
Kedua, kirimkan artikel tanpa revisi ke jurnal lain. Beberapa penulis tidak pernah merevisi artikelnya hingga ditolak oleh sekurangnya tiga jurnal berbeda. Editor atau reviewer juga memiliki unsur subjektivitas. Adakalanya satu editor dengan editor yang lain memiliki pemahaman berbeda dalam menilai sebuah artikel. Ini wajar karena perbedaan pengalaman dan kedalam kajian keilmuan. Dalam bidang humaniora misalnya, penulis seringkali menyiapkan tiga file dengan alamat tujuan email berbeda, masing-masing untuk jurnal yang berbeda, sehingga jika artikel ditolak oleh jurnal pertama atau kedua, mereka segera mengirimkannya ke jurnal berikutnya. Jika penulis telah mendapatkan tiga penolakan, bacalah dengan seksama komentar editor. Lihat apakah ada kesepakatan di antara mereka. Jika ada, segera lakukan revisi sesuai yang mereka inginkan. Bagaimanapun, dengan merevisi artikel yang ditolak akan meningkatan peluang diterima pada jurnal lain.
Ketiga, perbaiki artikel dan kirim ke jurnal lain. Sebagian penulis mencoba menggunakan rekomendasi dari reviewer untuk merevisi artikel setiap kali ditolak. Dengan demikian, mereka dapat mengirimkan artikel yang telah direvisi ke jurnal lain. Tidak ada yang salah dengan tindakan ini, asalkan Anda tidak menghabiskan waktu hanya untuk merevisi dan Anda hanya menanggapi kritik yang Anda sependapat. Tujuan peer review sebenarnya untuk memberikan rekomendasi baik agar kualitas artikel meningkat.
Keempat, haruskah saya kirim artikel ke jurnal yang lebih baik? Memutuskan jurnal mana untuk mengirim ulang artikel adalah keputusan penting lainnya. Pertanyaannya, haruskah saya mengirim artikel yang telah direvisi ke jurnal yang lebih baik? Menurut beberapa penelitian, penulis umumnya mengirim artikel yang ditolak ke jurnal kurang bergengsi. Tapi penelitian lain menunjukkan bahwa banyak penulis mengirim artikel yang ditolak ke jurnal yang setara dan beberapa mengirimkannya ke jurnal yang lebih baik. Hal ini tergantung pada bagaimana Anda menilai artikel yang telah direvisi. Bila anda merasa yakin dengan revisi tersebut, anda bisa kirimkan ke jurnal yang setara. Namun perlu diingat, jika Anda merevisi dan mengirimkan kembali artikel ke jurnal lain, peluang untuk diterbitkan sangat tinggi. Beberapa studi menunjukkan bahwa setidaknya 20 persen dari artikel yang diterbitkan, sebelumnya pernah ditolak oleh jurnal lain. Sebuah studi lain menemukan bahwa sekitar 1 persen dari artikel yang diterbitkan ditolak oleh empat atau lebih jurnal sebelum akhirnya diterima untuk dipublikasikan.
Kelima, mengajukan keberatan atas penolakan dan mecoba kirim ulang artikel ke jurnal yang telah menolak. Penulis kadangkala merasa reviewer atau editor berkomentar kejam, tidak adil, atau keterlaluan. Penulis punya hak ajukan keberatan. Tentulah, setiap orang memiliki hak untuk berbicara kebenaran. Jika Anda ingin menggunakan hak itu, gunakanlah. Semua editor pernah menerima satu atau dua surat keberatan dari penulis atas keputusan mereka atau laporan reviewer. Pastikan bahwa surat protes Anda tidak menghina dan mintalah bantuan teman atau kolega mengeditnya. Namun perlu anda sadari bahwa menulis surat semacam itu, tidak akan mengubah apa pun. Editor akan tetap berpendapat bahwa penilaian mereka telah dilakukan secara objektif. Mereka cenderung berpikir bahwa masalah sebenarnya ada pada harapan penulis. Ingatlah, menulis surat protes menyita waktu, padahal Anda bisa gunakan waktu tersebut untuk mengirimkan karya anda ke jurnal lain. Jika Anda mengirim protes ke editor jurnal, Anda mungkin akan merasa canggung untuk mengirimkan artikel lain ke jurnal tersebut di kemudian hari. Untungnya, keinginan untuk memprotes keputusan editor jurnal cenderung berkurang seiring meningkatnya pengalaman dalam mempublikasikan artikel jurnal.
Keenam, mengajukan keputusan banding atas penolakkan. Sebagian besar jurnal bereputasi memiliki proses banding formal. Mereka memiliki dewan independen. Sebuah studi tentang proses banding terhadap jurnal American Sociological Review menemukan bahwa hanya 13 persen banding berhasil. Minimnya persentase keberhasilan banding, memberikan pelajaran kepada penulis bahwa peluang publikasi artikel lebih tinggi bila artikel tersebut dikirim ke jurnal lain.
Ketujuh, meminta reviewer lainnya untuk menilai ulang. Penulis bisa saja meyakinkan editor yang telah menolak artikel Anda untuk mengirimkannya ke reviewer lainnya. Jika argumen anda diterima oleh editor, maka editor akan mengirimkan artikel ke reviewer lain. Bisa saja reviewer lain yang ditunjuk, menerima artikel anda untuk diterbitkan. Ingat ketika mengajukan permohonan reviewer pengganti, ajukan argumen secara profesional dan jangan menghina reviewer sebelumnya. Jika memang reviewer sebelumnya memberi rekomendasi perbaikan, lakukan perbaikan sebagaimana yang diminta.
Pada akhirnya, kelanjutan nasib artikel yang ditolak sangat bergantung pada pilihan Anda. Apakah akan melanjutkan mengirimkan artikel dengan mengikuti tips dan trik sebagaimana dijelaskan sebelumnya? Atau berlarut dalam kesedihan dan tidak berbuat apa-apa atas nasib artikel Anda? Silakan baca buku Lincah Menulis Artikel Ilmiah Populer & Jurnal (Teori & Praktik) bila ingin mengasah kemampuan menulis artikel ilmiah.
Posting Komentar untuk "Tips & Trik Menyiasati Penolakan Artikel Ilmiah"