Pandemi Tak Kunjung Usai, Pemerintah Terkesan “Abai”
Oleh: Yoga Adha Pramata*
Akhir tahun 2019 akan menjadi sejarah dimasa depan, dimana telah ditemukan virus yang telah bermutasi dan telah menyebar keseluruh penjuru dunia yang bernama COVID-19. Tak hanya penyebaran biasa, virus ini memkasa WHO untuk mengumumkan keadaan darurat dan mengumumkan bahwa virus tersebut sudah menjadi pandemi. Pandemi COVID-19 adalah peristiwa menyebarnya Penyakit koronavirus 2019 (bahasa Inggris: coronavirus disease 2019, singkatan dari COVID-19) di seluruh dunia. Penyakit ini disebabkan oleh koronavirus jenis baru yang diberi nama SARS-CoV-2. Wabah COVID-19 pertama kali dideteksi di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok pada tanggal 1 Desember 2019, dan ditetapkan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tanggal 11 Maret 2020.
Foto oleh Anna Tarazevich dari Pexels
|
Pengumuman tersebut sejalan dengan perluasan penyebaran virus tersebut yang kian tak terkendali. Hingga 17 September 2020, lebih dari 29.864.555 orang kasus telah dilaporkan lebih dari 210 negara dan wilayah seluruh dunia, mengakibatkan lebih dari 940.651 orang meninggal dunia dan lebih dari 20.317.519 orang sembuh. Banyak Negara yang akhirnya melakukan “Lockdown” atau melakukan penguncian atau menutup wilayah negaranya dari pihak luar untuk memutus penyebaran virus. Indonesia merupakan salah satu Negara yang menutup akses perjalanan keluar maupun ke dalam Negara dan tidak hanya itu, ada beberapa kota besar yang memutuskan untuk melakukan karangtina wilayah.
Presiden Indonesia memerintahkan pemerintah daerah untuk melakukan karangtina wilayah terutama daerah ibukota Jakarta dibawah gubernur Anis. Jakarta sudah mulai fase Lockdown sejak awal maret dengan menutup hampir semua tempat kegiatan baik itu kantor perusahaan, tempat wisata, sekolah dan masih banyak fasilitas lainnya yang ditutup. Hal ini dilakukan karena tidak ada vaksin atau pengobatan antivirus khusus untuk penyakit ini. Pengobatan primer yang diberikan berupa terapi simtomatik dan suportif. Langkah-langkah pencegahan yang direkomendasikan di antaranya mencuci tangan, menutup mulut saat batuk, menjaga jarak dari orang lain, serta pemantauan dan isolasi diri untuk orang yang mencurigai bahwa mereka terinfeksi.
Di Indonesia, kasus pertama Covid-19 terkonfirmasi pada 2 Maret 2020. Hanya dalam tempo 8 hari, yakni pada tanggal 10 April 2020, penyebarannya telah meluas di 34 provinsi di Indonesia. Sampai dengan hari ini, jumlah kasus terpapar Covid-19 di Indonesia sudah mencapai lebih dari 500.000 kasus. Sudah hampir satu tahun Indonesia dilanda pandemic, terutama Jakarta yang statusnya masih PSBB Transisi dimana hal ini guna melakukan evaluasi untuk menerapkan New Normal atau kehidupan sosial setelah pandemic covid-19 berakhir. Pada saat yang sama, pemerintah melalui Satgas Covid19 meluncurkan kampanye protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19. Masyarakat diminta untuk melakukan 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan. Juru Bicara Satgas Covid-19 Reisa Broto Asmoro menyebutkan bahwa kendati penanganan Covid-19 di tataran nasional bergerak membaik, pandemi Covid-19 sesungguhnya masih menjadi ancaman.
Kini Indonesia sedang mempersiapkan produksi vaksin guna memerangi virus Covid-19. Proses pembuatan vaksin telah memasuki tahapan uji klinik fase 3 dan diharapkan dapat segera diproduksi, dengan memprioritaskan faktor keamanan. Seluruh upaya yang telah dilakukan diharapkan dapat mengatasi dan pada akhirnya menghentikan pandemi yang disebabkan oleh virus corona jenis SARS Cov-2 ini di dalam negeri.
Melihat dari perkembangannya, pemerintah Indonesia terbilang lambat bahkan terkesan mengabaikan pandemic yang terjadi. Banyak kejadian dimana pemerintah pusat mencuri-curi kesempatan dikala pandemic. Sehingga banyak sekali isu-isu yang tercipta selama pandemic berlangsung tanpa adanya tanggapan langsung dari presiden RI, malah membuat masyarakat semakin percaya kebenaran isu yang beredar.
Dimulai dari harga masker yang tinggi saat awal pandemic, harga swab test yang melambung tinggi yang seharusnya sudah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk menjaga kesahatan masyarakat, surat sakti anti-covid yang bersifat mutlak dimana masyarakat yang memiliki hasil swab test yang mahal dianggap sudah terjamin 100% tidak akan terkena covid selama 14 hari sehingga bisa membobol sistem PSBB yang berlaku, mengalihkan fokus untuk merancang UU yang sudah jelas sangat kontroversial bagi banyak kalangan masyarakat sehingga memicu kerumunan massal yang seharusnya bisa di hindari, serta banyaknya tenaga ahli kesehatan yang berhenti karena misi pemerintah dianggap tidak sesuai dengan protokol kesehatan yang seharusnya atau sesuai anjuran dari WHO, juga ketidaktegasan pemerintah dalam menjaga peraturan PSBB yang berlaku.
Tahun 2020 sudah hampir berakhir, pandemic kian membuat khawatir, penyebaran virus terus memburuk, Indonesia tetap terpuruk, tenggelam dalam banyaknya masalah sejauh negri ini di dampingi oleh pandemi. Bukannya melakukan evaluasi, malah pemerintah mengumumkan pemilihan pemerintah daerah tetap berjalan. Bukan hanya pemilu, segala kegiatan kampanye diperbolehkan walaupun banyak masyarakat yang menentang.
Dalam situasi genting seperti pandemi ini, seharusnya pemerintah bisa menyatukan masyarakat bukan membuat kegaduhan. Pandemi bukan yang pertama kali terjadi di Indonesia, pemerintah sebaiknya bisa belajar dari pengalaman, bahwa pandemi yang terjadi bisa di selesaikan bersama antara pemerintah dengan para ahli yang ada di Indonesia. Sesuai dengan saran dari tenaga kesehatan, dalam menanggapi pendemi covid-19, pemerintah perlu melakukan 3T, yaitu : Testing, Tracing dan Treatment.
Testing, yaitu masyarakat bersedia untuk melakukan rapid test maupun swab test untuk mengetahui statusnya apakah terjangkit virus atau tidak. Dibeberapa daerah di Indonesia sudah melakukan rapid test masal secara gratis, namun di Jakarta sendiri hal itu belum terealisasi. Jakarta dengan angka penularan terbesar di Indonesia, seharusnya mejadi perhatian utama pemerintah dalam melakukan testing. Selain itu banyak aktivitas penting pemerintahan pusat yang ada di Jakarta, sudah seharusnya rapid test gratis secara masal di Jakarta menjadi hal utama yang diupayakan oleh pemerintah.
Tracing, yaitu penelusuran kontak fisik antara pasien yang positif terjangkit virus covid-19. Setelah melakukan testing, pasien positif diminta untuk member tahu tentang siapa saja yang berurusan dengannya beberapa hari terakhir guna melakukan testing segera kepada mereka untuk mengetahui bahwa mereka sudah tertular atau belum.
Treatment, hal ini menjadi pokok utama dalam pengendalian penyebaran virus covid-19. Pasien positif dengan gejala ataupun tidak bergejala sudah seharusnya mengikuti arahan petugas kesehatan untuk mejalani pengobatan sesuai dengan kondisinya. Jika diminta untuk isolasi mandiri, maka pasien harus sadar sepenuhnya untuk memastikan bahwa dirinya sudah terisolasi dengan baik agar tidak menjadi klaster baru. Jika perlu perawatan medis, maka pasien wajib untuk dirawat di rumah sakit rujukan untuk pengobatan pasien tersebut.
Dengan anggaran Negara untuk menangani pandemi ini, ketiga hal tersebut tentu bukan lah hal yang tidak mungkin. Didukung dengan tenaga kesehatan yang kompeten serta kehadiran pemerintah secara langsung untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat agar masyarakat kembali percaya kepada pemerintah dan mau mengikuti segala rangkaian yang diminta untuk menghentikan penyebaran virus covid-19.
*Mahasiswa S1 Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta
Posted by Dedi Purwana
Posting Komentar untuk "Pandemi Tak Kunjung Usai, Pemerintah Terkesan “Abai”"