Perilaku Konsumtif Mahasiswa Selama Pandemi Covid-19
Oleh: Embun Tiara Pramesti*
Teknologi berperan penting bagi keberlangsungan kehidupan manusia. Khusus dalam bidang teknologi masyarakat sudah menikmati banyak manfaat yang dibawa oleh inovasi-inovasi yang telah dihasilkan dalam dekade terakhir ini. Salah satu contohnya adalah internet. Internet ini, sangat memudahkan masyarakat dalam proses pembelian barang atau jasa atau kebutuhan-kebutuhan lain, baik kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder.
Foto oleh freestocks.org dari Pexels
|
Kemudahan dalam pembelanjaan kebutuhan ini membuat mahasiswa sering mengakses aplikasi-aplikasi online shopping seperti shopee, tokopedia, blibli, tanihub, dan lain sebagainya. Seringnya mengakses aplikasi tersebut umumnya akan membuat mereka melakukan online shopping bukan berdasarkan pada kebutuhan, melainkan pada keinginan semata untuk memenuhi kriteria gaya hidup lingkungan pertemanan. Dengan mengklik barang-barang yang kita inginkan dan melakukan pembayaran secara online, akan membuat kita menjadi masyarakat yang memiliki gaya hidup konsumtif.
Menurut Sumartono (2002) perilaku konsumtif adalah suatu perilaku yang tidak lagi didasarkan pada pertimbangan rasional melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf tidak rasional lagi. Perilaku konsumtif melekat pada seseorang yang lebih memilih membeli sesuatu di luar kebutuhan atau pembelian lebih didasarkan pada faktor keinginan. Gaya hidup konsumtif setiap orang berbeda-beda, hal ini didasari oleh latar belakang ekonomi. Perilaku konsumtif ini sangat beragam mulai dari fashion, make up, gadget, hingga kuliner. Masuknya budaya asing juga mempengaruhi gaya hidup di kalangan milenial khususnya mahasiswa. Perilaku konsumtif yang tidak didasari pada kebutuhan pokok akan menimbulkan masalah perekonomian. Apasih penyebab perilaku konsumtif di kalangan mahasiswa?
Pertama, waktu dan suasana hati. Waktu dan suasana hati sangat mempengaruhi kondisi mahasiswa dalam pembelian kebutuhan mereka. Misalnya pada saat mereka keluar untuk jalan-jalan ke mall yang pada awalnya hanya untuk melihat-lihat atau refresing semata. Kesenangan suasana hati mereka ini mempengaruhi keputusan mereka dalam berbelanja produk yang ada di mall tersebut.
Kedua, media sosial. Misalnya, sewaktu mereka membuka media sosial yang pada awalnya untuk mencari barang-barang kebutuhan yang mereka butuhkan, namun karena lamanya mereka menelusuri media sosial tersebut membuat mereka melupakan tujuan awal atau barang apa yang mereka cari dan menklik iklan-iklan yang ada. Pengaruh iklan sangat mempengaruhi konsumen, karena memiliki harga yang menonjol, pendistribusian barang yang mendorong konsumen dalam pengambilan keputusan dan barang yang menarik.
Ketiga, e-money atau electronic money. Kemudahan pembayaran melalui e-money ini membuat para mahasiswa terkadang melupakan batasan anggaran dana yang bisa mereka keluarkan selama perbulan. Dengan sekali klik confirm pembayaran, maka tak terasa uang bulanan mereka akan habis tanpa tahu kemana uang tersebut dihabiskan.
Belanja atau shopping bagi para mahasiswa bukan saja untuk memenuhi kebutuhan, tetapi sudah menjadi gaya hidup mereka. Mahasiswa ingin dianggap keberadaannya dan diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha diterima dalam lingkungan tersebut. Dengan mengetahui penyebab-penyebab apa saja yang mempengaruhi pola perilaku konsumtif, maka kita juga harus mengetahui hal-hal apa saja yang membantu kita mencegah pola perilaku konsumtif dapat terjadi. Berikut hal-hal apa saja yang dapat dilakukan mahasiswa untuk mengurangi perilaku konsumtif mereka.
Yang pertama adalah menabung dan membuat anggaran dana. Dengan menyisihkan uang saku mereka dengan menabung dapat membantu mereka di masa depan, sedangkan dengan membuat anggaran dana mahasiswa dapat mengetahui berapa batasan pengeluaran sebulan mereka untuk memuaskan pembelian barang yang mereka inginkan.
Yang kedua adalah menentukan prioritas kebutuhan. Menentukan prioritas kebutuhan dapat membantu kita untuk memilah barang-barang yang akan kita beli. Karena barang-barang yang kita butuhkan akan selalu menjadi barang yang kita perlukan, sedangkan barang yang kita perlukan tidak selalu menjadi barang yang kita butuhkan.
Yang ketiga, mengurangi jalan-jalan dan cermatlah dalam membeli barang. Cermat disini maksudnya ialah membeli barang berdasarkan kegunaan bukan berdasarkan brand ternama. Contohnya ialah daripada menghamburkan uang pada satu baju dari brand ternama lebih baik dihamburkan untuk membeli beberapa baju dari brand local.
Yang keempat, memulai berbisnis atau investasi. Memulai berbisnis ini dapat membantu kita mendapatkan penghasilan secara tetap. Pengeluaran atau penanaman modal dalam memulai bisnis atau investasi ini tidak akan sia-sia, karena dari pengeluaran ini akan mendapatkan keuntungan secara berkala.
Yang kelima adalah menjadi diri sendiri dan tidak perlu mengikut-ikuti orang lain. Kuatnya pengaruh teman sebaya terhadap penampilan, membuat para mahasiswa berusaha menampilkan dirinya sebaik mungkin agar mereka tidak merasa ditolak oleh lingkungan pertemanannya. Keinginan untuk meningkatkan rasa percaya diri dan ingin diterima membuat mahasiswa melakukan pembelian secara berlebihan, sehingga dapat menyebabkan terjadinya gejala perilaku membeli yang tidak wajar pada mahasiswa. Hal itu mereka lakukan agar terlihat menarik dengan menggunakan busana dan aksesoris, seperti sepatu, tas, jam tangan, dan sebagainya yang dapat menunjang penampilan mereka. Para remaja juga tidak segan-segan untuk membeli barang yang menarik dan mengikuti trend yang sedang berlaku, karena jika tidak mereka akan dianggap kuno dan tidak gaul.
Yang terakhir adalah sedekah. Menyisihkan uang saku mereka untuk bersedekah kepada orang yang membutuhkan akan menimbulkan kepuasan tersendiri bagi kita karena secara tidak langsung membantu kehidupan mereka. Selain kepuasan, bersedekah juga merupakan amal ibadah.
Dari penjelasan di atas kita dapat mengetahui bahwa berbelanja secara berlebihan atau konsumtif tidaklah baik, dan dapat menimbulkan lebih banyak dampak negative daripada dampak positif pada pola perilaku kehidupan mahasiswa. Dampak negative yang ditimbulkan dari berbelanja online ini adalah pola hidup menjadi boros, menimbulkan kecemburuan sosial, dan cenderung melupakan kebutuhan utama. Sedangkan dampak positif dari perilaku konsumtif ini ialah hanya untuk kesenangan sementara semata.
Perilaku konsumtif adalah tindakan membeli barang bukan untuk mencukupi kebutuhan tetapi untuk memenuhi keinginan, yang dilakukan secara berlebihan sehingga menimbulkan pemborosan. Masuknya budaya asing juga mempengaruhi gaya hidup di kalangan milenial khususnya mahasiswa. Perilaku konsumtif yang tidak didasari pada kebutuhan pokok akan menimbulkan masalah perekonomian. Untuk menekan pola perilaku konsumtif kita harus bijak dalam menghabiskan pemasukan yang kita miliki serta selalu mengingat pepatah mengenai prioritas kebutuhan yakni “barang-barang kebutuhan akan selalu menjadi barang yang kita perlukan, sedangkan barang keperluan tidak selalu menjadi barang yang kita butuhkan”. So apakah sobat dunia kampus masih mau memiliki pola perilaku konsumtif? Semoga artikel ini bermanfaat bagi sobat dunia kampus.
*Mahasiswa Program Studi Pendidikan Administrasi Perkantoran Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta
Posted by Dedi Purwana
MasyaaAllah mantap bgt, sangat bermanfaat. Terima kasih. Semangat terus!
BalasHapussangat informatif dan inspiratif bagus bun
BalasHapusArtikel yang bermanfaat
BalasHapusartikel nya sangat menarik dan bermanfaat
BalasHapusartikel bagus dan bermanfaat
BalasHapusArtikelnya sangat bagus dan bermanfaat sekali kak
BalasHapusArtikel yang sangat bermanfaat dan informatif, terima kasih ya
BalasHapusmasyaAllah sangat informatif dan bermanfaat kak, terimakasih atas penjelasannya. semangat!
BalasHapusakhirnya paham juga sama dunia kampus
BalasHapus