Peta Perubahan Dunia Kampus
Memimpin sebuah universitas dimasa perubahan bukanlah perkara mudah.
Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay |
Apa sesungguhnya desakan-desakan yang harus diantisipasi?. Menurut pengamatan saya ada beberapa hal yang patut mendapatkan perhatian pimpinan universitas berkenaan desakan dan tuntutan itu. Diantara tuntutan perubahan itu dapat diidentifikasikan :
Pertama, Tekanan sosial di dalam
masyarakat menghendaki agar universitas ‘mengubah statusnya’. Status universitas
tradisional seperti yang kita praktikan sekarang ini harus diubah kepada bentuk
universitas yang dikelola secara korporat. Itu sebabnya, dalam berbagai wacana
berkembang tarik menarik antara mempertahankan bentuk universitas yang
tradisional dengan bentuk universitas yang menyelenggarakan praktik
pendidikannya menggunakan cara-cara pengelolaan perusahaan. Cara ini, tentu
saja, menghalalkan keuntungan, sisa lebih, sehingga universitas berlomba-lomba
membangun ‘sayap-sayap’ lembaga yang dapat menghasilkan lembaga. Universitas
ramai-ramai menciptakan ‘profit wings’ atau lembaga yang bertugas untuk ‘income
generating’.
Kedua, Perubahan ‘wajah atau
tampilan mahasiswa’ juga dikehendaki untuk berubah. Mahasiswa yang masuk ke
universitas sekarang ini amatlah beragam, plural bahkan multi kultur. Mereka yang
masuk ke universitas tidak hanya didominasi lulusan Sekolah Menengah Atas yang
homogen, tetapi lulusan SMA yang cukup heterogen. Apalagi jika universitas itu
membuka daya tampungnya untuk siswa lulusan negara asing. Perubahan ini cukup
signifikan dan tak mungkin dapat dihindari. Pasar pendidikan kita telah
terintegrasi di dalam pasar pendidikan internasional. Kita telah terlibat dalam
negara-negara yang harus membuka pasar jasa pendidikannya. Keterlibatan ini
merupakan akibat nyata dari globalisasi.
Ketiga, Sekarang ini terjadi
perubahan besar dalam hubungan lembaga universitas dengan pasar pendidikan.
Kalau dahulu universitas lebih ‘dominan’ mengatur pasar (mahasiswa—intake),
sekarang justru mahasiswa turut menentukan pilihan akan masuk universitas yang
dikehendakinya. Hubungan antara calon mahasiswa dengan universitas
penyelenggara pendidikan lebih rasional, saling membutuhkan. Universitas tidak
lagi sedigdaya sebelumnya. Universitas harus merekrut calon mahasiswa melalui
‘kompetisi’ yang ketat. Kompetisi dalam membangun ‘brand image’, kompetisi
dalam ‘mengiklankan mutu’, kompetisi dalam insentif, kompetisi dalam pembiayaan
pendidikan.
Perubahan hubungan ini
sekaligus juga mengubah pola kepemimpinan di dalam universitas. (3) Perubahan
‘university governance’ dari awalnya yang bersifat sentralistik kepada struktur
tata kelola universitas yang bersifat pluralistik, disentralisasi, sehingga
distribusi tanggung jawab menjadi suatu keniscayaan. Tata kelola universitas
harus dikembangkan kedalam bentuk yang lebih desentralisasi, independen, serta
otonom. (4) Universitas, belakangan ini, berupaya keras untuk mencari jalan
dalam menjawab ‘a global problem’, dimana batas wilayah universitas menjadi
sumir, dimana akuntabilitas penyelenggaraan universitas dituntut, dimana
tranparansi tata kelola lembaga universitas diharuskan, dimana otonomi dan
desentralisasi menjadi arus utama perubahan. Oleh karena itu, pimpinan
universitas harus melihat kembali ‘core business-nya’. Universitas harus
melakukan diversifikasi dalam hal ‘funding based’. Untuk ini budaya kerja juga
mengalami perubahan.
Slogan utama adalah tiada
hari tanpa perubahan, sekecil apapun perubahan itu harus dilakukan. Perubahan
yang menyebabkan masa depan universitas mengalami penyesuaian. Perubahan bahkan
menjadi masa depan itu sendiri. Sementara itu kita masih diselimuti oleh
perumahan masa depan yang bersifat misteri. Tetapi masa depan itu juga yang
sedang kita kejar. Masa depan itu pula yang kita impikan. Semoga kita selamat
dalam mengejar masa depan itu. Wallahualam.
Seri Tulisan Gagasan & Pemikiran Muchlis R. Luddin (1960 – 2021)
Posting Komentar untuk "Peta Perubahan Dunia Kampus"