Ragam Tantangan Dunia Kampus
Di
era knowledge based society, lembaga-lembaga universitas kita—mungkin tidak
hanya terjadi di Indonesia ,
tetapi juga dialami oleh lembaga-lembaga universitas di negara lain—mengalami
dan berada di dalam situasi tertekan. Pertanyaannya adalah mengapa lembaga
universitas kita berada di dalam tekanan? Ada
beberapa hal yang mengakibatkan lembaga universitas kita berada di dalam
tekanan.
Gambar oleh Nikolay Georgiev dari Pixabay |
Pertama,
seringkali kita—sebagai pengelola universitas—kurang memahami secara
tuntas prinsip-prinsip lembaga universitas. Lembaga universitas bukan lembaga
biasa. Ia juga bukan lembaga dagang. Lembaga universitas
adalah lembaga pendidikan, peradaban. Itu sebabnya, keteledoran kita di dalam
memahami prinsip-prinsip universitas akan mengubah wajah universitas dari
lembaga yang menjaga dan mengembangkan peradaban manusia, menjadi
lembaga-lembaga praktis yang ingin memenuhi kebutuhan praxis masyarakat.
Kedua,
situasi yang berkembang diluar lembaga universitas menuntut berbagai
hal. Ada perubahan tuntutan masyarakat karena masyarakat dihadapkan kepada
situasi dimana dirinya harus dapat bergaul dan masuk dalam perubahan itu.
Sebagian masyarakat kita sekarang ini mulai berada di dalam ‘knowledge based
society’, yang mengakibatkan bahwa lembaga universitas yang dikelola secara
tradisional (seperti sekarang ini) sudah dianggap ‘out of date’, tidak
laku, bahkan ditinggalkan orang. Dengan demikian terjadi tekanan-tekanan yang
luar biasa kuat kepada lembaga-lembaga universitas kita.
Tantangan
yang dihadapi perguruan tinggi berupa tantangan makro dan mikro. Pada tataran
makro, perguruan tinggi dihadapkan pada arus globalisasi diberbagai sektor dan
internasionalisasi. Pada tataran mikro berupa perubahan ideologi pengelolaan
perguruan tinggi dan tututan menjadi entrepreneurial university.
Tantangan
akibat derasnya arus globalisasi bercirikan borderless world,
diversifikasi barang dan jasa, perluasan nilai-nilai sosial dan kultural,
terjadinya a world market akibat kemajuan ICT, perubahan “funding regimes”,
dan perubahan organisasi perguruan tinggi. Sedangkan
internasionalisasi memberikan peluang dan kesempatan bagi perguruan tinggi
untuk terjadinya pertukaran gagasan atar akademisi lintas negara, sharing dalam
IPTEKS, pertukaran tenaga ahli dan mahasiswa.
Tantangan
internal berupa perubahan baru dalam manajemen perguruan tinggi yang
bercirikan; i) Ide perguruan tinggi dikelola secara bisnis seperti perusahaan (Corporate
University), ii) Pembiayaan perguruan tinggi oleh publik; dan iii) Pekerjaan perguruan tinggi lebih
praktis, seperti mengerjakan proyek. Tantangan lainnya adalah keinginan warga
perguruan tinggi untuk menjadikan lembaga sebagai entrepreneurial university.
Berbagai reformasi internal dalam upaya meningkatkan kapasitas kelembagaan
dilaksanakan; competitive-driven reform,
finance-driven reform, equity-driven reform, dan accountability-driven reform.
Antisipasi
terhadap tantangan-tantangan seperti itu diupayakan oleh perguruan tinggi yang
kemudian mencoba melakukan adaptasi atau bahkan integrasi dengan tuntutan pasar
pendidikan. Para Pimpinan berlomba menjadikan lembaganya sebagai perguruan
tinggi bersosok ideal sebagaimana dikemukan Barnett (2000) mencirikan
universitas berkarakteristik; i) Critical
inter-disciplinarity; ii) Collective self-scrutiny; iii) Purposive renewal; iv)
Moving borders; v) Engagement; dan vi) Communicative Tolerance.
Banyak
universitas mulai tertarik untuk membenahi diri dihampir semua sektor yang ada
di dalam lembaga itu. Kualitas mulai dibenahi, baik yang manyangkut tenaga
pengajar, tenaga kependidikan. Profesionalisme menjadi wacana menarik dan
berkembang di kalangan anggota civitas akademika. Infrastruktur juga mendapat
perhatian yang cukup besar. Sarana dan prasarana pendidikan tidak dapat lagi
diabaikan begitu saja, karena ia akan menopang peningkatan mutu di dalam proses
belajar mengajar. Laboratorium diperbaiki, bahkan dinaikan statusnya dari ‘teaching
laboratory’ menjadi ‘research laboratory’. Perpustakan
disempurnakan. Pembiayaan pendidikan menjadi diskursus utama para pengelola
universitas. Koleksi buku dan jurnal dilengkapi dengan perkembangan ilmu
pengetahuan mutakhir. Cara interaksi antara tenaga pengajar juga harus
diperbaiki dari cara pendidikan gaya bank kepada pendidikan yang
partisipatoris-kritis. Dari interaksi yang bersifat patron-client kepada
interaksi kolegial, subyek-subyek. Interaksi yang bersifat dialogis.
Pengelolaan
universitas juga mengalami penyesuaian yang tadinya hanya mengelola mahasiswa
yang datang ke lembaga itu, sekarang harus berganti dengan sistem pengelolaan
yang bersifat ‘market oriented’. Universitas memasarkan lembaganya
melalui iklan diberbagai media elektronik, media massa dengan menjanjikan
bermacam-macam insentif. Demikian juga kiranya dengan kepemimpinan di dalam
sebuah universitas. Ada tuntutan-tuntutan baru terhadap model, gaya, bentuk
kepemimpinan yang sama sekali berbeda dengan apa yang telah atau sedang
dipraktikan sekarang ini. Kepemimpinan universitas menjadi salah satu kunci
pokok yang akan menentukan berhasil atau
tidaknya sebuah universitas melakukan perubahan untuk mengantisipasi tuntutan
pasar pendidikan.
Posting Komentar untuk "Ragam Tantangan Dunia Kampus"