Memperluas peran universitas
Sobat dunia kampus, perubahan yang begitu cepat dan kompleks yang terjadi terus menerus dalam dua dekade terakhir melalui proses globalisasi membawa dampak yang amat dalam dan luas terhadap proses pendidikan, khususnya di perguruan tinggi. Gerak dan hiruk pikuk globalisasi telah mempengaruhi hampir setiap aspek kehidupan perguruan tinggi. Dalam menghadapi dampak dan juga kegiatan globalisasi, fungsi manajemen adalah mengkoordinasikan semua potensi lembaga untuk memanfaatkan peluang yang diciptakan oleh globalisasi.
Beberapa pengaruh diantaranya adalah, yang pertama pada hubungan universitas dengan dunia bisnis dan industri dalam segala macam bentuk. Kedua tumbuhnya keikut sertaan daerah secara ekonomi, budaya dan dalam bentuk berbagai macam pendidikan. Ketiga adalah kebutuhan untuk menjalankan usaha non pendidikan untuk mendapatkan masukan dana dari sektor swasta dan ke empat adalah dampak globalisasi dalam rekruitmen mahasiswa dari luar negeri.
Pengaruh ini telah mengubah tugas manajemen universitas serta memperluas strategi dan lingkup operasional universitas. Tiap universitas terpengaruh dengan perubahan ini tetapi makin sukses universitas, makin banyak aktivas didaerahnya meningkat dan mempengaruhi pula pada pengelolaan yang lebih kompleks. Kegiatan ini tidak hanya mengarah pada kreatifitas bagian-bagian khusus “seperti adanya direktur pusat sains, direktur transfer teknologi, ketua kantor riset, direktur program pendek/kursus atau studi lanjut, direktur pusat seni, teater, organisasi seminar, marketing, atau kantor internasional” tapi pada kebutuhan kegiatan koordinasi, pengelolaan dan operasionalnya untuk manfaat terbaik lembaga, dan selalu dikaji interaksinya dengan tugas utamanya yaitu pembelajaran dan riset. Luasnya rentang aktivitas telah memberikan tanggung jawab baru di puncak manajemen universitas dan memperlebar spekrum universitas lebih dari yang telah ditetapkan semula. Tuntutan bahwa Universitas harus “bermanfaat” telah memaksa adanya perubahan dan kebutuhan agar pusat manajemen universitas memberikan pelatihan bagi manajer.
Universitas diharapkan selalu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi melalui industri atau komersialisasi hasil riset. Konsep lama tentang kontrak riset industri dengan universitas, dimana perusahaan mengidentifikasi sebuah riset kemudian dikerjakan di laboratorium universitas, telah mendatangkan kerjasama yang sekarang kita namakan “the knowledge economy”. Etzkowitz dan Leydesdorff (1998) menulis tentang “triple helix” yaitu hubungan universitas – industri - pemerintah yang memerlukan kreasi mekanisme tertentu untuk menghubungkan dan mengembangkan kerjasama yang menguntungkan antara universitas dan perusahaan dalam bentuk pengetahuan berdasarkan ekonomi (knowledge based economic) dan produk sosial. Mereka menghimbau agar misi universitas dalam hal pembelajaran dan riset, dapat memunculkan jaringan kerja yang lebih luas dalam inovasi serta pengembangan sains dan teknologi. Universitas dan industri mengemban tugas dimana mereka saling melengkapi satu sama lain. The boundaries between public and private science dan technology, university and industry are in flux. As the university crosses traditional boundaries in developing new linkages with industry, it devises formats to make research, teaching and economic development compatible, demikian penjelasan Etzkowitz dan Leydesdorff.
Perubahan mendasar muncul di organisasi setingkat lembaga/institusional didalam dan antar unversitas, kerjasama bilateral pemeritah – industri dan universitas-industri diperkuat dan diperluas menjadi kerjasama trilateral dalam tingkat regional, nasional dan multinasional. Hal ini telah mendorong universitas negeri untuk menjadi unsur penentu dalam kebijakan inovasi dan globalisasi.
Peningkatan riset tidak berarti memperbanyak penemuan baru tetapi membuat pengetahuan bisa dipakai dan dimanfaatkan. Jadi hubungan sebuah atau kelompok perusahaan dengan laboratorium universitas di lakukan untuk kepentingan yang lebih besar seperti meningkatkan kompetitif perusahaan, dan kepentingan pasar.
Tuntutan eksternal ini membawa dampak pada organisasi akademik, dimana salah satu jurusan berdasarkan satu disiplin kewenangannya, perlu unit riset lintas jurusan dan pusat riset bersama yang dibuat untuk melayani berbagai macam riset. Pusat ini dibentuk diluar departemen/jurusan sebab pimpinan riset memerlukan tingkat otonomi, yang tidak ada didalam jurusan, untuk mengkoordinasikan aktivitas dan membawa hasil riset tepat waktu kepada sponsor. Etzkowitz and Kemelgor (1998) sudah menulis tentang perkumpulan peneliti sains di USA, dan menerangkan bagaimana pusat riset di unversitas dapat mengembangkan jaringan yang lebih dekat dengan konktraktor luar, meskipun harus memperluas atau membentuk perusahaan sendiri, dari pada kelompok riset yang dijalankan oleh jurusan yang tradisional.
Beberapa pusat dibuat oleh ketua peneliti - academic entrepreneurs- dan keberhasilannya tergantung pada kontinuitas bantuan finansial dari industri yang menjadi partner. Mereka tidak perlu melaksanakan seperti kelompok riset di jurusan tetapi dapat mensimulasikan beberapa aspek dari lab industri, membayar ketrampilan yang diperlukan dalam waktu singkat berdasarkan sharing alat yang diperlukan antara pelanggan eksternal dan menyediakan tempat yang netral dimana perusahaan mitra dapat bekerja dengan personel university.
Perubahan ini mengubah struktur organisasi universitas secara revolusioner, yang awalnya berfungsi sebagai jembatan dengan industri, selain itu ada tuntutan beberapa ketrampilan baru dan mekanisme kebijakan. Disisi ketrampilan, selain keperluan lama universitas untuk mempunyai seseorang staf untuk bekerjasama dengan industri, mereka sekarang memerlukan staff yang mempunyai kemampuan untuk membangun jaringan , yang mempunyai kapasitas perantara/marketing, dan seseorang yang dapat memberikan ketramplan strategik dalam mengidentifikasi dan mencocokkan kebutuhan pasar dengan kekuatan riset universitas, ketrampilan dalam membentuk badan/ kelompok, dalam memahami kebutuhan training industri dan mengambil visi yang lebih luas tentang universitas dan ekonomi. Situasi ini kemudian bisa menjadi kurang transparan, dan ketegangan dapat terjadi antara akademik entrepreneurs dan dosen jurusan di pusat penelitian, dan antara keduanya dengan pusat khusus universitas.
Tuntutan baru dalam cara koordinasi, otoritas dan manajemen pembuat keputusan di pusat menimbulkan pertanyaan seperti kepada siapa isu kebijakan yang mereka lemparkan harus dijelaskan, apakah melalui beberapa proses pengambilan keputusan komersial yang terpisah atau harus terintegrasi kedalam mekanisme normal.
Di tingkat akademik jurusan, pertanyaan muncul pada kebijakan riset jurusan dan juga pada hubungan antara jurusan dengan pusat penelitian independen, khususnya bila pusat penelitian sukses dalam pengadaan dana.
Di pusat universitas, isu kebijakan yang mengacu pada sumber dana, ruang, income share, and intellectual property, bersama dengan isu karyawan, tingkat gaji dan pengelolaan kusus dalam hubungannya dengan staf di pusat dan jurusan dapat menimbulkan preseden dimana bagian lain institusi mungkin menuntut prioritas.
Ada dua level pembuat keputusan, satu berhubungan dengan tugas utama universitas, dan lainnya adalah perluasan kebutuhan komersial. Keputusan di tingkat paling tinggi menjadi berubah, dimana patent akan dipakai untuk mendapatkan lisensi, bagaimana hak intelektual akan didistribusikan, apakah akan membuat perusahaan, dan atau bagaimana unversitas mendapatkan kesetaraan di dalamnya baik secara teknik maupun komersial, ini harus diambil oleh badan yang dibuat untuk tujuan tersebut. Akan tetapi, keputusan yang menyentuh bagian organisasi akademik atau dalam hal pemanfaatan sumber daya universitas yang potensial terhadap konflik harus diambil berdasarkan mekanisme normal.
Keputusan yang mempengaruhi jantung akademik sebaiknya tidak berpindah dari tiap badan tetapi harus mengacu kepada badan yang bertanggung jawab pada pusat pembuat keputusan. Dan mereka harus mengetahui bahwa lingkungan eksternal menuntut fleksibilitas dan toleransi dalam berbagai hal yang mana mungkin tidak dipakai dalam urusan akademik murni dan tekanan pasar kadang-kadang mempengaruhi isu kesetaraan yang dalam praktek diharapkan stabil
Bila pihak industri mengendalikan pusat riset univeritas dan membuat aturan tentang penggajian stafnya melampaui batas rata-rata sehingga muncul konflik antara jurusan dan individual, atau antara ketua jurusan dan direktur pusat riset mempertanyakan mengenai akuntabilitas, adalah penting bahwa mereka harus mengacu pada putusan universitas dalam jangka panjang.
Tentu saja tidak mudah untuk membuat garis yang jelas antara apa yang ditetapkan sebagai kebijakan dan apa yang dapat diterangkan sebagai teknik atau praktek komersial yang baik. Satu kesulitannya adalah ada beberapa model yg bisa digambarkan, sebab seperti yang kita lihat sebelumnya, kekomplekan ini terpusat di riset intensif universitas yang paling sukses dan universitas ini juga cenderung mempunyai struktur yang unik. Macam aktivitas pada kebanyakan riset intensif universitas masuk kategori biasa, tapi secara garis besar mereka bisa dikatakan termasuk isu intellectual property, eksploitasi riset baru dimana institusi mendapat kesetaraan dengan perusahaan dalam pengembalian investasi riset awal, lisensi ke perusahaan luar, atau membuat fasilitas inkubator atau pusat sains lengkap dimana wirausaha akademik mungkin terlibat.
Posting Komentar untuk "Memperluas peran universitas"