Kepemimpinan bisnis di abad 21
Abad ke-21 ditandai sebagai abad keterbukaan atau abad globalisasi, artinya kehidupan manusia mengalami perubahan-perubahan yang fundamental yang berbeda dengan tata kehidupan pada abad sebelumnya. Abad ke-21 juga dikenal dengan masa pengetahuan, yaitu semua alternatif upaya pemenuhan kebutuhan hidup dalam berbagai konteks lebih berbasis pengetahuan.
Upaya pemenuhan kebutuhan bidang pendidikan berbasis pengetahuan (knowledge based education), pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economic), pengembangan dan pemberdayaan masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge based social empowering), dan pengembangan dalam bidang industri pun berbasis pengetahuan (knowledge based industry).
Pada abad ke-21 saat ini, dunia sedang menghadapi perubahan industri ke-4 atau yang dikenal dengan Era Industri 4.0, Era Revolusi Industri keempat ini diwarnai oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence), super komputer, rekayasa genetika, teknologi nano, mobil otomatis, dan inovasi. Perubahan tersebut terjadi dalam kecepatan eksponensial yang akan berdampak terhadap ekonomi, industri, pemerintahan, dan politik.
Tantangan abad ke-21 telah diwakili dengan akronim VUCA (volatile, uncertain, complex, ambigu). Ini berarti kita hidup di dunia yang rentan, tidak pasti, kompleks dan ambigu. Globalisasi dan evolusi teknologi yang semakin cepat telah disertai dengan berbagai macam konflik kepentingan. Gagasan VUCA diperkenalkan oleh U.S. Army War Colledge untuk menggambarkan dunia multilateral yang tidak pasti, kompleks, dan ambigu, yang dihasilkan dari berakhirnya Perang Dingin. Selanjutnya, istilah VUCA ini berkembang untuk digunakan dalam dunia bisnis sebagai penggambaran situasi bisnis yang fluktuatif. Kondisi perubahan ini dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya politik, sosial, teknologi, budaya, dan lingkungan. Ditambah lagi, digitalisasi dalam berbagai sektor bisnis telah banyak memberikan perubahan yang sulit untuk diprediksi akibat derasnya arus dan sumber informasi.
Peluang, tantangan, dan ancaman akibat perubahan lingkungan global harus disikapi oleh para pemimpin saat ini dan di masa mendatang. Kualitas seorang pemimpin sangat ditentukan oleh kemampuan pemimpin tersebut mengantisipasi dan mengambil keputusan strategis agar organisasi tetap berkinerja baik dalam jangka panjang.
Teknologi memang menjadi tantangan terbesar umat manusia saat ini. Manusia telah kehilangan keyakinan pada kisah liberal yang mendominasi politik global dalam beberapa dekade terakhir, tepatnya ketika penggabungan biotek (bioteknologi) dan infotek (infoteknologi) menghadapkan kita dengan tantangan terbesar dari yang pernah dihadapi manusia. Harari juga menyampaikan bahwa ancaman yang paling mematikan yang akan dan telah hadir adalah teknologi (terutama algoritma dan Artificial Intelligence (AI)). Terdapat dua kemungkinan yang manusia dapatkan dari teknologi itu sendiri. Pertama, teknologi dapat membantu mempermudah pekerjaan. Kedua, teknologi dapat menggantikan sebagian besar peran manusia. Teknologi sejatinya memang membantu manusia, tetapi apakah yang dimaksud dengan membantu? Manusia mana yang akan terbantu? Manusia kaya ataukah manusia miskin? Pada akhirnya teknologi, dalam penjelasan Harari, akan semata membantu segelintir kelas yang memiliki kekayaan (modal) saja. Sementara teknologi berkembang, manusia tanpa modal (kapital, kesempatan, skill, dan lain sebagainya) akan tergantikan.
Kondisi saat ini, teknologi telah banyak menggantikan pekerjaan manusia, misalnya: dalam bidang pertanian, penanaman padi ataupun pemanenannya hanya dibutuhkan satu dua mesin spesifik sehingga dapat menggantikan tenaga (sekaligus upah) dari banyak pekerja. Melalui teknologi, sebuah usaha hanya membutuhkan satu orang saja yang mampu mengoperasikan mesin penanam dan pemanenan padi tersebut. Sebuah pilihan yang mengunggulkan efisiensi dan meminggirkan beberapa aspek lainnya. Aspek-aspek yang tersisihkan tersebut membawa manusia kepada pertanyaan baru seberapa jauh teknologi akan menyingkirkan manusia? Walau beberapa opini membela tudingan negatif atas perkembangan teknologi dengan dalih terciptanya lapangan pekerjaan baru untuk menunjang teknologi baru, padahal tidak semua orang akan tertampung dalam bidang profesi yang senada. Melalui gap ini, akan muncul perkembangan manusia super yang mungkin akan hadir dalam perkembangan teknologi dikemudian hari. Penggolongan manusia super dengan manusia biasa dapat terjadi ketika manusia biasa sepenuhnya tergantikan oleh teknologi yang dikuasai oleh manusia super (orang yang memiliki modal). Manusia super mengendalikan manusia biasa melalui algoritma-algoritma saat ini.
Dinamika perubahan global ditandai dengan kehadiran revolusi industri 4.0 dan diimbangi kemunculan society 5.0. Industri 4.0 adalah sebuah istilah yang diciptakan pertama kali di Jerman pada tahun 2011 yang ditandai dengan revolusi digital. Industri ini merupakan suatu proses industri yang terhubung secara digital yang mencakup berbagai jenis teknologi, mulai dari Internet of Things (IoT), 3D printing hingga robotik yang diyakini mampu meningkatkan produktivitas.
Sebelum ini telah terjadi tiga revolusi industri yang ditandai dengan: 1) Ditemukannya mesin uap dan kereta api tahun 1750-1930; 2) Penemuan listrik, alat komunikasi, kimia, dan minyak tahun 1870-1900; 3) Penemuan komputer, internet, dan telepon genggam tahun 1960-sekarang. Kemunculan mesin uap pada abad ke-18 telah berhasil mengakselerasi perekonomian secara drastis dimana dalam jangka waktu dua abad telah mempu meningkatkan penghasilan perkapita negara-negara di dunia menjadi enam kali lipat. Revolusi industri kedua dikenal sebagai Revolusi Teknologi. Revolusi ini ditandai dengan penggunaan dan produksi besi dan baja dalam skala besar, meluasnya penggunaan tenaga uap, mesin telegraf. Selain itu minyak bumi mulai ditemukan dan digunakan secara luas dan periode awal digunakannya listrik. Selanjutnya pada revolusi industri ketiga, industri manufaktur telah beralih menjadi bisnis digital. Teknologi digital telah menguasai industri media dan ritel. Revolusi industri ketiga mengubah pola relasi dan komunikasi masyarakat kontemporer. Revolusi ini telah mempersingkat jarak dan waktu, revolusi ini mengedepankan sisi real time.
Lompatan besar terjadi dalam sektor industri di era revolusi industri 4.0, di mana teknologi informasi dan komunikasi dimanfaatkan sepenuhnya. Pada era ini model bisnis mengalami perubahan besar, tidak hanya dalam proses produksi, melainkan juga di seluruh rantai nilai industri. Era ini dikenal sebagai fenomena gangguan. Gangguan dipandang sebagai kejutan yang dapat mengganggu tatanan sosial di masyarakat. Gangguan ditafsirkan oleh beberapa ahli sebagai perubahan yang terjadi karena kehadiran masa depan ke masa sekarang, di mana terkadang akan muncul beberapa kekacauan di mana perubahan terjadi. Fenomena gangguan yang mewarnai perkembangan era revolusi industri 4.0 akan membawa kita ke kondisi transisi revolusi teknologi yang secara tidak langsung akan mengubah cara hidup, cara berpikir, cara kita bekerja, termasuk hubungan kita satu sama lain.
Revolusi industri 4.0 disebut revolusi digital sebagai proliferasi komputer dan otomatisasi pencatatan di semua bidang. Adanya otomatisasi dan konektivitas ini akan menggerakkan dunia industri dan persaingan kerja menjadi non-linear. Ini bisa dilihat dari aplikasi penggunaan robot sebagai pengganti manusia. Banyak perubahan muncul karena digitalisasi dan otomatisasi di era revolusi industri 4.0. Revolusi industri 4.0 telah mengganggu sistem perawatan kesehatan. Saat ini, revolusi industri 4.0 belum pernah cukup untuk dibahas, dan bahkan menjadi salah satu topik dalam debat Calon Presiden 2019 beberapa waktu lalu. Revolusi industri 4.0 menjadi tren di seluruh dunia yang awalnya merupakan proyek dalam strategi teknologi canggih pemerintah Jerman yang memprioritaskan komputerisasi pabrik. Revolusi industri 4.0 menanamkan teknologi cerdas yang dapat terhubung satu sama lain di semua bidang kehidupan.
Kemajuan teknologi telah membawa aneka transformasi dalam perkembangan bisnis. Tidak dapat dipungkiri bahwa pesatnya pemanfaatan teknologi turut berkontribusi dalam proses pemenuhan kebutuhan bisnis dan industri. Masih segar dalam ingatan, saat scanner barcode mulai digunakan oleh petugas kasir di pasar swalayan. Kala itu, kecanggihan teknologi barcode membuat kita merasa sangat terbantu karena durasi pembayaran di petugas kasir menjadi lebih singkat. Sebaliknya, dari sisi pelaku bisnis, petugas kasir juga merasa terbantu atas efisiensi kerja yang didapatkan. Namun, tak berselang lama, muncul istilah Radio Frequency iDentification (RFID) yang lebih canggih dengan menggunakan gelombang elektromagnetik. Bahkan, teknologi terkini yang digunakan adalah Near Field Communication (NFC) yang memudahkan pembayaran melalui penggunaan telepon genggam. Atas kemajuan teknologi yang begitu cepat, barcode yang semula dianggap canggih, sudah bisa dikatakan kuno di era sekarang ini. Hal tersebut merupakan satu diantara banyak contoh perubahan bisnis yang berkembang menjadi semakin ambigu dan tidak tertebak.
Memasuki era VUCA (volatile, uncertaint, complex, ambigu) dimana bisnis bergerak cepat dan ancaman perubahan terjadi dimana-mana dan menjadi tak terhindarkan, tentu sebagai manusia cerdas, perlu dilakukan beberapa aksi untuk menghadapi VUCA. Saran yang dapat dilakukan untuk menghadapi era VUCA adalah pertama harus memahami secara rinci dan melakukan pemecahan kasus setiap elemen VUCA sesuai dengan perusahaan masing-masing. Sampai pemimpin perusahaan memahami dengan baik tantangan dari setiap elemen VUCA yang dihadapi, yakni volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity, maka perusahaan tersebut tidak akan bertahan di pasar ekonomi. Hal ini karena volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity membutuhkan solusi masing-masing untuk setiap elemen. Sehingga bila VUCA dianggap sebagai ancaman yang biasa, tak terhindarkan, dan tak dapat dicari solusinya, maka pemimpin perusahaan tidak akan mengambil suatu aksi dan solusi atas permasalahannya pun tidak dapat ditemukan.
Dunia VUCA mencakup empat tantangan yang perlu di identifikasi, antara lain : Volatility, Komponen ini menggambarkan bahwa saat ini, tidak ada lagi bisnis yang dapat dijalankan dengan stabil akibat laju kemajuan teknologi. Kondisi ini dipengaruhi oleh banyaknya inovasi yang didasarkan pada perkembangan teknologi yang pesat dan terus berubah. Menanggapi kondisi ini, pelaku bisnis juga dipaksa untuk berubah mengikuti kemajuan pemanfaatan teknologi. Suka tidak suka, proses “seleksi alam” akan berlangsung bagi pelaku bisnis. Fleksibilitas dan adaptivitas adalah unsur penting untuk bertahan dalam kompetisi industri. Uncertainty, Komponen ini menggambarkan bahwa tidak ada yang dapat dipastikan dalam menjalankan sebuah roda perputaran bisnis. Ketidakpastian ini membuat kondisi pasar dan industri menjadi sulit untuk dipahami, diprediksi dan ditanggulangi. Menanggapi kondisi ini, banyak perusahaan yang memutuskan untuk “diam” dan tidak melakukan perubahan atas ketidakpastian yang terjadi. Umumnya tindakan ini diambil karena adanya perasaan tidak aman (insecurity) untuk berubah dalam situasi yang juga berubah. Complexity, Bisnis yang semakin rumit adalah hal yang digambarkan dalam komponen ini. Beberapa dekade lalu, perusahaan cukup berfokus untuk mengejar profit atas bisnis yang dijalankan. Namun saat ini, ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan untuk membuat perusahaan tetap sustain dalam menghadapi derasnya persaingan industri. Ambiguity, salah satu hal yang disorot pada komponen ini adalah penggambaran sekat-sekat area bisnis yang kian mengabur.
Berbagai negara berlomba-lomba meningkatkan daya saingnya agar mampu beradaptasi dengan lingkungan baru dan menjadi komunitas terbaik yang diperhitungkan keberadaannya sebagai bangsa yang unggul dan relevan dalam konteks kehidupan modern saat ini. Hal ini sebagai sebuah kenyataan bahwa daya saing sebuah negara tidak lagi terletak pada sumber daya alam yang dimiliki, tetapi lebih pada kualitas sumber daya manusia dengan pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki untuk merubah berbagai aset dan sumber daya yang ada, dalam konteks ini menjadi sangat jelas terlihat bahwa aspek ilmu pengetahuan menjadi kunci keberhasilan pengembangan sumber daya manusia suatu bangsa.
Organisasi, perusahaan, pemerintah, dan bahkan negara-negara di era revolusi industri 4.0 ini akan membutuhkan para pemimpin yang tidak hanya memiliki impian besar tetapi juga berani menciptakan karya spektakuler dalam menghadapi era gangguan saat ini. Dalam memimpin, seorang pemimpin harus mendalam dalam melihat kesenjangan terkecil dalam semua aspek kehidupan. Mencari tahu berbagai fenomena atau masalah yang berkembang termasuk segala fenomena yang mungkin terjadi, di mana ini menjadi pekerjaan rumah bagi seorang pemimpin untuk membuat rencana strategis untuk masa depan.
Oleh sebab itu yang dituntuntut dalam masyarakat abad ke-21 ialah kepemimpinan yang unggul dan visioner. 4 agenda utama pengembangan kepemimpinan pada abad ke-21 agar tetap menjadi “champion”, (1) menjadi rekan stratejik, (2) menjadi seorang pakar, (3) menjadi seorang pekerja ulung, dan (4) menjadi seorang agent of change. Sebab menurut Ulrich, masyarakat pada abad ke-21 suatu masyarakat mega kompetisi. Pada abad ke-21, tidak ada tempat tanpa kompetisi. Kompetisi telah dan akan merupakan prinsip hidup yang baru, karena dunia terbuka dan bersaing untuk melaksanakan sesuatu yang lebih baik. Di sisi lain masyarakat kompetitif dapat melahirkan manusia-manusia yang frustasi apabila tidak dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Masyarakat kompetitif dengan demikian menuntut perubahan dan pengembangan secara terus menerus.
Para pemimpin harus dapat mempersiapkan segala sesuatu karena itu mereka dapat terus beradaptasi dalam lingkungan yang berubah dengan cepat. Keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi, perusahaan, pemerintah, dan bahkan suatu negara ditentukan oleh faktor-faktor kepemimpinan, dan dalam kepemimpinan, ada pemimpin dan pengikut. Kepemimpinan tidak hanya menjadi pemimpin yang dapat memimpin sumber daya mereka tetapi juga pemimpin yang dapat memimpin dalam semua perubahan dan perbedaan. Dalam era revolusi industri 4.0, seorang pemimpin harus dapat bersatu dan memberikan arah yang jelas, memiliki visi yang bukan hanya visi untuk organisasi atau perusahaan tetapi lebih besar, yang memiliki pengaruh dan bermanfaat.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa, pada abad ke-21 diperlukan paradigma baru dibidang kepemimpinan, manajemen, dan pembangunan dalam menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan baru. Penyusunan paradigma baru menuntut proses terobosan pemikiran (break through thinking process), apalagi jika yang kita inginkan adalah output yang berupa manusia, barang dan jasa yang berdaya saing. Dalam kaitan hal tersebut, berikut akan disajikan pokok pokok pemikiran abad ke-21, dengan tetap memperhatikan berbagai perkembangan paradigma kepemimpinan sebelumnya yang dipandang valid dalam menghadapi pokok permasalahan dan tantangan abad ini.
Posting Komentar untuk "Kepemimpinan bisnis di abad 21"